Notifikasi
Tidak ada notifikasi baru.
Penelusuran Trending (7 hari terakhir)

CEO Suno: Bikin Musik Itu Nggak Seru, Pakai AI Aja!

CEO startup AI musik Suno ingin kamu percaya bahwa bikin lagu itu membosankan—biar kamu pakai teknologinya untuk buat musik instan!

CEO Suno

Pernyataan seorang CEO perusahaan teknologi yang bilang kalau bikin musik itu "tidak menyenangkan" sungguh bikin saya senyum-senyum sendiri. Rasanya kok aneh ya, kok bisa-bisanya ada pandangan seperti itu, apalagi datang dari orang yang perusahaannya bergerak di bidang AI musik. Ini seperti ada benturan keras antara visi Silicon Valley yang maunya serba 'mendobrak' dengan nilai-nilai dasar sebuah karya seni.

Perusahaan yang AI-nya lagi ramai dibicarakan ini, yaitu Suno, nilainya konon sudah mencapai 500 juta dollar AS. Angka yang fantastis! Tapi di sisi lain, mereka juga lagi menghadapi gugatan hukum besar terkait hak cipta. Ini lho, yang bikin Suno sekarang jadi pusat perhatian dalam 'pertempuran' menentukan seperti apa sih masa depan musik nanti, di tengah perkembangan pesat generative music dan teknologi audio.

Bagi saya pribadi, membuat musik itu bukan cuma soal hasil akhir. Ada proses, ada perasaan, ada perjuangan di dalamnya. Jadi, mendengar pernyataan seperti itu, rasanya kok meremehkan ya kerja keras para musisi dan seniman selama ini. Saya pikir, teknologi seperti AI musik seharusnya bisa jadi alat bantu, bukan malah menggantikan atau bahkan bilang prosesnya itu tidak bernilai.

Waktu ngobrol di salah satu podcast terkenal, dia bilang gini, "Bikin musik sekarang itu sebenarnya nggak begitu menyenangkan." Terus dia lanjutin, "Butuh banyak waktu, butuh banyak latihan... Saya pikir kebanyakan orang nggak menikmati sebagian besar waktu yang mereka habiskan buat bikin musik." Wah, langsung ramai itu.

Nggak pakai lama, para musisi dan kreator langsung bereaksi keras. Mereka bilang, perjuangan yang kata Bapak CEO itu "nggak menyenangkan", justru di situlah letak keindahan dan nilai seninya. Di situlah ada "kepuasan dari proses kemajuan dan kebanggaan atas penguasaan yang bertahap."

Buat saya pribadi, pernyataan itu agak... gimana ya? Saya ngerti sih teknologi audio kayak AI musik dari Suno ini tujuannya baik, buat demokratisasi pembuatan musik. Tapi kok ya sampai bilang prosesnya nggak menyenangkan? Justru tantangan dan latihan itu kan yang bikin kita berkembang dan bangga sama karya kita. Jadi, ya wajar banget kalau banyak yang nggak setuju sama pandangan soal generative music ini.

Klarifikasi di Balik Heboh AI Musik Suno

Dia menjelaskan, yang dia maksud itu sebenarnya bukan musisi profesional yang sudah mapan. Tapi lebih ke orang-orang yang mungkin dulu main musik tapi akhirnya berhenti karena frustrasi, atau orang dewasa yang udah lama nggak pegang alat musiknya karena kesibukan dan nggak punya waktu buat latihan rutin. Jadi, intinya, dia ingin menjangkau mereka yang "tertinggal" atau "menyerah" di dunia musik.

Saya pribadi merasa ini menarik. Shulman menegaskan tujuannya itu bukan untuk menggantikan para seniman musik yang sudah ada. Sama sekali bukan! Visi besarnya itu justru mau "membangun sesuatu untuk semiliar orang". Bayangin deh, dia mau bikin industri musik yang ukurannya sekarang sekitar $32 miliar itu bisa meledak jadi sebesar industri video game yang sampai $200 miliar! Caranya? Ya itu tadi, bikin proses kreasi musik jadi super gampang dan bisa diakses siapa aja, berkat AI musik kayak Suno. Menurut saya, ini adalah langkah besar dalam dunia teknologi audio yang bisa membuka pintu buat banyak orang yang tadinya nggak kepikiran bisa bikin lagu sendiri. Keren kan?

Drama AI Musik Senilai Setengah Miliar Dolar dan Gugatan Hak Cipta

Suno ini didirikan tahun 2021 sama tim ahli machine learning dari perusahaan AI namanya Kensho. Mereka punya visi besar banget buat teknologi audio dan generative music. Nah, visi ini didukung sama modal yang nggak main-main. Baru-baru ini, Suno dapat suntikan dana segar sebesar 125 juta dolar dalam putaran pendanaan. Kamu tahu nggak, suntikan dana itu bikin nilai perusahaan Suno melesat sampai 500 juta dolar Amerika! Edan kan? Ini bukti kalau dunia teknologi percaya banget sama potensi AI musik buat ngubah total cara kita bikin dan dengerin musik.

Tapi ya, namanya juga hidup, nggak selalu mulus. Di tengah ambisi besar itu, Suno harus ngadepin tantangan hukum yang lumayan berat. Bulan Juni 2024 kemarin, organisasi besar yang ngewakilin label-label musik raksasa kayak Sony, Universal, dan Warner, namanya RIAA, ngajukin gugatan hukum penting terhadap Suno.

Gugatan ini tuh dituduhin soal pelanggaran hak cipta. RIAA bilang kalau Suno ini "menyalin rekaman suara tanpa izin dalam skala besar" buat ngelatih model AI musik mereka. Nggak tanggung-tanggung, mereka nuntut ganti rugi sampai 150.000 dolar Amerika buat setiap lagu yang dituduh dilanggar hak ciptanya. Bayangin dong, kalau ada banyak lagu yang kena, angkanya bisa bikin pusing tujuh keliling! Jadi, di satu sisi ada harapan besar dari teknologi audio AI, di sisi lain ada tembok besar soal hak cipta yang harus dilewati. Seru banget ya ngikutin perkembangannya!

Kontroversi Pelatihan Model Suno dan Implikasinya

Suno, yang kita kenal jago banget bikin AI musik generatif, terang-terangan bilang kalau mereka memang menggunakan materi berhak cipta dari internet untuk "mengajari" sistem mereka. Tapi, mereka langsung pasang badan dan membela diri, bilang kalau praktik itu dilindungi secara hukum di bawah doktrin "penggunaan wajar" atau fair use.

Seru kan? Mereka punya argumen sendiri. Shulman, salah satu petinggi di sana, ngasih perbandingan yang menarik banget. Katanya, proses ini tuh mirip banget sama "anak kecil yang lagi belajar nulis lagu rock baru dengan dengerin musik rock terus-terusan." Menurut dia, "belajar itu bukan pelanggaran." Wah, ada benarnya juga ya kalau dipikir-pikir.

Nah, ini dia bagian paling krusialnya. Hasil dari pertempuran hukum ini penting banget, bukan cuma buat Suno lho, tapi buat seluruh industri AI generatif, terutama di bidang teknologi audio. Keputusan pengadilan nanti bakal jadi penentu. Apakah pelatihan menggunakan data berhak cipta itu dianggap sebagai transformative fair use yang sah, atau malah dikategorikan sebagai pencurian data dalam skala industri? Saya pribadi penasaran banget nih nungguin hasilnya, ini bakal ngaruh besar ke masa depan AI musik dan gimana kita berinteraksi sama teknologi audio ke depannya.

Perdebatan Sengit: AI dalam Musik, Berkah atau Bencana?

Di balik kemudahan bikin lagu pakai generative music, ternyata ada perdebatan seru lho. Intinya sih, ini soal pandangan filosofis yang beda jauh.

Ada yang bilang, masa depan itu di mana selera alias taste jadi raja di dunia seni, sementara skill teknis bikin lagu itu bakal nggak terlalu penting lagi. Kata mereka, AI ini justru bikin kreativitas makin merata. Siapa pun yang punya ide bagus, bisa langsung bikin lagu, nggak peduli dia jago main alat musik atau nggak. Bayangin deh, seorang sejarawan bisa bikin lagu tentang peristiwa yang terlupakan, atau ilmuwan bisa mengubah teorinya jadi melodi yang indah. Keren kan, ide-ide bisa abadi dengan cara baru yang kuat!

Tapi, di sisi lain, banyak juga yang khawatir nih. Mereka bilang, 'demokratisasi' ini cuma bahasa halus buat menutupi kenyataan kalau skill manusia itu lagi didiskon besar-besaran. Aduh, ngeri banget kan kalau nanti dunia musik kita kebanjiran 'sampah AI' yang generik dan nggak punya jiwa? Mereka takut, ekspresi manusia tenggelam, dan musisi profesional jadi susah cari nafkah.

Contoh paling bikin kaget itu lho, waktu muncul 'The Velvet Sundown'. Itu band indie fiktif yang sepenuhnya dibikin pakai Suno. Eh, nggak disangka, pendengarnya di Spotify bisa sampai hampir sejuta per bulan! Nah, ini nih yang bikin para kritikus makin yakin, ini bukan lagi soal kompetisi sehat, tapi kayak semacam 'pencurian' yang dibungkus rapi. Saya pribadi agak miris juga sih dengarnya. Gimana nasib musisi yang udah susah payah belajar dan berkarya ya?

AI Musik: Alat Baru atau Pengganti?

Sekarang ini, di tengah hiruk pikuk perdebatan soal teknologi audio dan AI musik, ada banyak musisi yang santai aja nih. Buat mereka, AI seperti Suno atau teknologi generative music lainnya itu bukan musuh, tapi justru teman baru di studio. Saya lihat sendiri, mereka pakai AI ini buat macem-macem, mulai dari ngusir writer’s block yang suka bikin pusing, nyari ide melodi baru yang segar, sampai bikin backing track dasar.

Nah, hasil dari AI itu nggak langsung jadi lagu utuh lho. Biasanya, mereka bakal impor ke digital audio workstation (DAW) buat diutak-atik lagi. Ditambahin instrumen yang dimainin manusia, diisi vokal, di-mix lagi biar pas. Jadi, AI ini kayak starter pack aja gitu, sisanya tetap sentuhan musisi aslinya.

Kalau dipikir-pikir, ini tuh mirip banget sama sejarah teknologi audio yang dulu juga bikin heboh. Ingat sampler atau drum machine? Dulu kan banyak yang bilang itu bakal ngerusak musik "asli", katanya bikin musisi beneran nggak laku. Eh, buktinya? Teknologi itu malah diterima, dipakai sama para seniman, bahkan jadi fondasi buat genre musik baru kayak hip-hop atau electronic music yang sekarang kita dengerin.

Jadi, argumen yang kuat sekarang ini adalah, AI musik itu cuma instrumen revolusioner berikutnya. Kayak gitar listrik muncul, atau synthesizer muncul. Dampaknya nanti, ya tergantung gimana para musisi itu sendiri mau pakai dan manfaatinnya. Mau buat bantu proses kreatif, atau malah diserahkan semua?

Perdebatan yang dipicu sama Suno ini memang bikin kita mikir keras soal apa sih yang kita hargai dari sebuah karya seni, khususnya musik. Apakah yang utama itu hasil akhirnya yang cepat dan efisien, atau justru cerita di balik proses pembuatannya, sentuhan manusia, dan "jiwa" yang ada di dalamnya? Masa depan musik kayaknya bakal ditentukan dari pilihan itu: mau ngejar kuantitas dan kecepatan, atau tetap jaga "soul" dan kedalaman rasa? Buat saya sih, idealnya bisa menggabungkan keduanya ya!

Resource:
https://www.whiskeyriff.com/2025/01/14/its-not-really-enjoyable-to-make-music-ceo-of-suno-ai-undermines-the-entire-essence-of-the-creative-process-with-all-time-bad-take/
https://completemusicupdate.com/suno-ceo-mikey-shulman-says-making-music-sucks-skill-doesnt-matter-and-everyone-building-ai-products-infringes-copyright/
https://medium.com/@dallemang/ai-and-the-democratization-of-art-194cb4e9a757
AI musik, Suno, generative music, teknologi audio

CEO Suno: Bikin musik itu nggak seru, pakai AI aja!
Artificial Iintelligence Berita
Hendy Black
Hendy Black
Ayah 1 anak yang cantok jelita, tech & AI enthusiast
Join the conversation
Post a Comment