FBI: Hacker Korea Utara Ancam Semua Perusahaan!
FBI peringatkan risiko serius dari pekerja IT Korea Utara yang menyusup dan menipu perusahaan besar hingga rugi $17 juta!
Rainer Chandra
---

Hai sobat Playtekno! Pernah nggak sih kamu mikir, “Ah, ngapain juga hacker Korea Utara repot-repot nyerang? Bukannya mereka cuma iseng?” Ternyata, FBI baru saja buka-bukaan soal kisah nyata yang bikin bulu kuduk merinding: pekerja IT palsu Korea Utara sudah nyelip di ratusan perusahaan Amerika, teriak gaji bulanan, lalu kirim duitnya langsung ke Pyongyang.
Yang bikin makin miris, otak di balik kejibakuan ini adalah pekerja IT palsu Korea Utara yang menyamar sebagai freelancer biasa. Mereka mengintip, menggali, lalu menguras dompet digital. Total hasil curian? Lebih dari US$17,1 juta atau sekitar Rp 270 miliar!
Christina Marie Chapman, perempuan 50 tahun, diduga jadi “kaki tangan” mereka di AS. Dia dan timnya menyuapkan CV super meyakinkan, lolos tes teknis, lalu dipekerjakan full remote. Begitu masuk ke sistem perusahaan, barulah mereka menyisipkan malware dan mengalirkan gaji ke rekening bayangan.
Coba tebak, siapa yang ternyata duduk di balik layar laptop di rumah-rumah sepi di Pyongyang sambil menerima gaji buta dari 309 perusahaan di Amerika? Pekerja IT palsu Korea Utara yang buka lowongan lewat LinkedIn seolah-olah mereka developer di Arizona!
Cerita paling anyar dari serangan hacker Korea Utara terbaru ini mulai dari seorang wanita Arizona berusia 35 tahun, Christina Chapman. Ia baru saja dijebloskan ke penjara selama delapan tahun lebih karena berperan sebagai “talent agent” ilegal. Job desk-nya? Menyewakan identitas, alamat, hingga rekening bank AS kepada hacker Korea Utara agar mereka bisa lolos tes wawancara kamera dan menggondola gaji US$ 17 juta dari kantong perusahaan global.
Salah satu korban adalah raksasa Fortune 500 yang hingga kini enggan diumumkan namanya karena malu setengah mati. Bayangkan: risiko keamanan digital korporat sebesar itu ternyata berasal dari satu Wi-Fi warnet plus satu paspor palsu.
FBI menegaskan, modus ini bukan sekadar penipuan siber perusahaan global, tapi pintu belakang yang siap diterobos kapan saja untuk mencuri data rahasia, merusak sistem, atau bahkan memeras perusahaan dengan ancaman ransomware. Jadi, sebelum Anda posting lowongan kerja remote lagi, cek dua kali: apakah kandidat yang tersenyum di Zoom benar-benar berada di kamar kos di Phoenix, atau justru di ruang bawah tanah Korea Utara dengan koneksi VPN?
Jadi, ketika kita baca headline penipuan siber perusahaan global sebesar US$17 juta, itu baru puncak gunung es. Yang bikin geleng-geleng, perusahaan korban—mulai dari start-up e-commerce sampai Fortune 500—baru sadar setelah FBI datang ketok pintu. Bayangkan, selama 8–12 bulan mereka mempercayakan login AWS, credential Stripe, bahkan backup data pelanggan ke orang yang ternyata punya misi rahasia: menggalang dana untuk program nuklir.
Nah, dari sini kita bisa belajar. Jangan anggap remeh proses rekrutmen remote. Cek background check dua kali lipat, pakai video-call tatap muka (bukan cuma audio), dan pasang zero-trust access agar risiko keamanan digital korporat terus terkontrol. Ingat, di dunia maya, “Jennifer” bisa jadi Jong-min yang lagi ngopi di Pyongyang. Stay alert, ya!
Ternyata, dalam rentang Oktober 2020 sampai Oktober 2023, hacker Korea Utara—lebih tepatnya pekerja IT asal negeri ginseng utara—berhasil menyusup ke ratusan perusahaan teknologi di Amerika pakai identitas orang lain. Total? 68 warga negara Amerika jadi korban pencurian data.
Nah, ada satu nama yang kini viral, yaitu Matthew Chapman, warga AS yang ternyata ikut andil. Dia bikin jaringan bantu para pekerja IT palsu Korea Utara supaya bisa lolos tes interview dan diterima kerja remote. Keren tapi haram, kan?
Begini modusnya:
- Identitas asli dicuri atau dibeli di dark web.
- CV, LinkedIn, bahkan paspor dipalsukan rapi.
- Dokumen palsu itu dikirim ke Department of Homeland Security—nggak cuma sekali dua kali, tapi lebih dari 100 kali!
Hasilnya? Mereka diterima sebagai developer, sysadmin, atau security engineer di perusahaan kelas dunia. Gaji diterima, data perusahaan tersusupi, potensi malware pun mengendap. Singkatnya, ini adalah serangan hacker Korea Utara terbaru yang paling spektakuler sejauh ini.
Jadi, buat kamu yang kerja di HRD atau tim IT, coba cek lagi karyawan remote baru. Pastikan background check-nya benar-benar murni. Soalnya penipuan siber perusahaan global seperti ini bisa terjadi di mana saja, termasuk Indonesia. Ingat, risiko keamanan digital korporat bukan cuma soal firewall, tapi juga soal “siapa sebenarnya yang duduk di balik layar”.
Begini triknya: seorang perempuan bernama Chapman memanfaatkan penipuan siber perusahaan global dengan cara yang nggak disangka. Dia bikin “laptop farm” alias lahan laptop di ruang tamunya sendiri.
Gimana kerjanya?
- Chapman bekerja sama dengan agen sementara dan perusahaan outsourcing.
- Dia menerima puluhan laptop dari kantor-kantor di AS, lalu disimpan di rumahnya.
- Setiap kali perusahaan melakukan pemeriksaan lokasi lewat IP atau video call, tampaklah “si karyawan” sedang online dari Amerika, padahal yang menekan tombol adalah orang Korea Utara di belahan dunia lain.
Hasilnya? Lebih dari 90 laptop diamankan FBI saat penggeledahan Oktober 2023. Coba bayangkan, data rahasia klien, kode sumber, hingga akses ke sistem finansial berkeliaran di meja dapur Chapman. Itulah mengapa risiko keamanan digital korporat makin tinggi; bukan virusnya yang baru, tapi cara lama dengan kedok baru. Jadi, buat kamu yang kerja remote atau rekrut tim lepas, cek lagi identitas dan lokasi anggota tim, ya!
Dengar ini, sobat Playtekno! Jeanine Ferris Pirro, jaksa super garang yang menangani kasus FBI vs hacker Korea Utara senilai 17 juta USD, menendang kita semua dari zona nyaman.
Katanya begini: “Teleponnya berasal dari ruang meeting sebelah, bukan dari luar pagar.”
Maksudnya? Serangan hacker Korea Utara terbaru nggak lagi datang lewat email mencurigakan atau link aneh. Kali ini mereka datang dengan nama panggilan “Tim IT remote”, lengkap dengan CV menawan dan gelar Stanford—tapi semua palsu.
Katanya begini: “Teleponnya berasal dari ruang meeting sebelah, bukan dari luar pagar.”
Maksudnya? Serangan hacker Korea Utara terbaru nggak lagi datang lewat email mencurigakan atau link aneh. Kali ini mereka datang dengan nama panggilan “Tim IT remote”, lengkap dengan CV menawan dan gelar Stanford—tapi semua palsu.
Pirro menegaskan, “Kalau bank sebesar gedung gudang dan perusahaan Fortune 500 bisa kena tipu, perusahaan lo yang skala UKM pun potensial jadi sasaran.”
Jadi jangan mikir, “Ah, kita kecil, pasti nggak dilirik.” Pekerja IT palsu Korea Utara justru suka targetin yang merasa ‘terlalu kecil buat diincar’. Mereka masuk lewat lowongan kerja remote, ngaku jadi developer handal, terus diam-diam mengorek data rahasia atau inject malware.
Jadi jangan mikir, “Ah, kita kecil, pasti nggak dilirik.” Pekerja IT palsu Korea Utara justru suka targetin yang merasa ‘terlalu kecil buat diincar’. Mereka masuk lewat lowongan kerja remote, ngaku jadi developer handal, terus diam-diam mengorek data rahasia atau inject malware.
Takeaway-nya simpel: periksa dua kali latar belakang calon pegawai, verifikasi semua dokumen, dan pasang sistem monitoring. Karena penipuan siber perusahaan global sudah terbukti bisa meluber ke warung kopi digital sekalipun. Jaga risiko keamanan digital korporat mulai hari ini, sebelum alarmnya berbunyi dari dalam ruangan sendiri.
Resource:
https://www.justice.gov/opa/pr/arizona-woman-sentenced-17m-information-technology-worker-fraud-scheme-generated-revenue
https://www.bbc.com/news/articles/cm2l2yn5zmxo
https://edition.cnn.com/2025/07/25/us/video/christina-chapman-sentenced-north-korea-infiltration-vrtc
FBI, hacker Korea Utara, penipuan siber, keamanan data
FBI: Hacker Korea Utara Ancam Semua Perusahaan!
https://www.justice.gov/opa/pr/arizona-woman-sentenced-17m-information-technology-worker-fraud-scheme-generated-revenue
https://www.bbc.com/news/articles/cm2l2yn5zmxo
https://edition.cnn.com/2025/07/25/us/video/christina-chapman-sentenced-north-korea-infiltration-vrtc
FBI, hacker Korea Utara, penipuan siber, keamanan data
Post a Comment
Post a Comment